Berbicara tentang produk celana dalam pria, setiap negara mempunyai merek yang kuat. Amerika Serikat, misalnya, mempunyai merek Jockey, Taiwan terkenal dengan cap tiga pistol, dan Jepang mempunyai merek Gunze. Indonesia? Tampaknya, kaum Adam di Tanah Air akan sepakat menyebut GT Man.
Tak salah, saat ini merek lokal GT Man menguasai pangsa pasar celana dalam pria di Indonesia, mengalahkan merek luar, seperti Hing’s, Jockey, Piere Cardin dan Crocodile. GT Man menjadi market leader dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. “GT Man belum menjadi king, tapi sedang menuju ke sana. Saat ini market share kami lebih dari 50%. Untuk menjadi king, harus menguasai 70%-80% pasar,” ujar Ricky Gunawan, Presdir PT Ricky Putra Globalindo Tbk. (RPG)-–produsen GT Man.
Diklaim Ricky, saat ini RPG mempunyai 40 perwakilan di seluruh Indonesia. Setiap tahun penjualannya tumbuh 20%-25%. Bahkan hingga 2002, GT Man pernah diekspor ke Afrika dan Timur Tengah. Di sana, merek GT Man sangat dikenal dan penjualannya bagus. Sayangnya, produk GT Man dipalsukan oleh produsen celana dalam asal Cina, sehingga diputuskan menghentikan ekspor sementara waktu. Pabriknya yang dibangun di atas lahan 20 hektare di wilayah Citeureup, Bogor, memiliki kapasitas produksi terpasang hingga 1,2 juta lusin. Namun, produksi GT Man baru mencapai setengah dari kapasitas terpasang itu.Tak salah, saat ini merek lokal GT Man menguasai pangsa pasar celana dalam pria di Indonesia, mengalahkan merek luar, seperti Hing’s, Jockey, Piere Cardin dan Crocodile. GT Man menjadi market leader dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. “GT Man belum menjadi king, tapi sedang menuju ke sana. Saat ini market share kami lebih dari 50%. Untuk menjadi king, harus menguasai 70%-80% pasar,” ujar Ricky Gunawan, Presdir PT Ricky Putra Globalindo Tbk. (RPG)-–produsen GT Man.
Keperkasaan GT Man sebagai penguasa pasar di segmen celana dalam pria tidak diperoleh dalam waktu singkat. Ricky mesti mengembangkan dan membesarkan GT Man ini dengan susah payah.
Singkat cerita, pada 1985 GT Man diproduksi dan dipasarkan. Dari segi produksi, Ricky tidak menghadapi masalah. Kendala utamanya adalah pemasaran. Ternyata tidak mudah memasarkan satu merek baru yang sama sekali belum dikenal. Apalagi produk yang ia bawa pun berbeda. Penjual grosir di Tanah Abang juga menolak produknya karena belum dikenal. Karena ditolak para pedagang grosir Tanah Abang, akhirnya ia memutuskan menjual lewat pedagang kaki lima. Ia menyebar lima mobil van buat mendatangi pedagang kaki lima di berbagai wilayah di Jakarta, termasuk di jembatan penyeberangan. Sebagai tahap awal, setiap pedagang dititipi dua lusin. Nah, besoknya jika mau tambah satu lusin, baru bayar. “Memang yang dua lusin itu hitungannya banyak yang tidak bayar. Tapi tidak apa-apa. Anggap saja sebagai bagian dari promosi. Yang penting orang mau mencoba dan kenal merek GT Man,” ungkap Ricky.
Boleh jadi, karena kualitasnya lebih baik dan kemasannya menarik, perlahan-lahan GT Man mulai disukai konsumen. Dan, permintaan pun berdatangan. “Setelah konsumen sudah ada, kami perkecil. Kami tidak suplai lagi ke kaki lima supaya mereka mencari ke Tanah Abang,” ia menjelaskan. Strategi itu ia lakukan setelah satu tahun berjalan. Dengan begitu, pedagang kaki lima pun mencarinya di Tanah Abang. Setelah GT Man cukup dikenal di Jakarta, teknik gerilya ke kaki lima ini diterapkan ke Bandung, lalu wilayah Jawa Barat lainnya. Juga, di Jawa Tengah, Jawa Timur dan wilayah-wilayah lain di Indonesia. “Modelnya sama, kaki lima dulu, baru ke grosir,” ungkapnya.
Usaha Ricky berhasil. Pada 1987, ia mendirikan PT Ricky Putra Garmindo. Melalui perusahaan inilah, GT Man diproduksi dan dikembangkan hingga menjadi 70 item produk. Tahun 1996, perusahaan berubah nama menjadi PT Ricky Putra Globalindo (RPG), serta mendirikan anak perusahaan di Medan dan Surabaya. Tahun 1997, mendirikan tiga anak perusahaan lagi, yakni di Palembang, Semarang dan Bandung. Tahun 1998, RPG menjadi perusahaan terbuka. Tahun 2002 RPG mulai buka showroom pakaian dalam pria di Indonesia. (SWA)
0 komentar:
Posting Komentar