Senin, 31 Mei 2010

Tessa, Tisunya Indonesia

tesaaaaaMeski sempat sulit penetrasi pasar modern, saat ini di industri converting tissue, merek Tessa berhasil menjadi top of mind. Ini dibuktikan dengan keberhasilannya menyabet Top Brand selama tiga tahun terakhir. Dari sisi penjualan pun, merek yang dikembangkan PT Graha Kerindo Utama (GKU) ini terus melesat dan kini berada di peringkat pertama di industri tisu Tanah Air.

Berdasarkan data internal GKU, saat ini perusahaan di bawah payung Kelompok Kompas-Gramedia (KKG) ini menguasai 54% pangsa pasar tisu di Indonesia untuk tiga merek yang diusungnya: Tessa, Multi dan Dynasti. Kontribusi Tessa di perusahaan sebesar 60% atau mengambil hampir 30% pangsa pasar dari total pasar tisu nasional.

Seiring dengan peningkatan penjualan, kapasitas produksi pun makin digenjot GKU. Sebelumnya, GKU hanya memiliki pabrik pemotongan kertas di Cibitung seluas 6 hektare. Sejak 2006, GKU telah memiliki pabrik penggilingan di Cikampek seluas 5 ha. Alhasil, terjadi peningkatan volume produksi sampai tiga kali lipat. Di awal produksi, hanya 30 ton/bulan, kemudian naik menjadi 500 ton, dan kini mencapai 2 ribu ton/bulan.
Diakui Bambang Dwi Setiawan, Direktur GKU, ketika awal-awal KKG merambah bisnis converting tissue lewat GKU, pihaknya kurang fokus membangun Tessa karena ada bisnis lain yang digarap, yakni produksi kertas leces. Menurut Harris F. Sitorus, Presiden Direktur GKU, pihaknya terjun ke converting tissue dengan mengibarkan merek Tessa sejak 1988. Ketika itu di pasar banyak merek tisu asing — setidaknya berbau asing — yang mengerubuti pasar, ada Kleenex, Cord, Fresca (merek lokal yang berbau asing) dan Softies dari kelompok Softex. “Waktu itu beberapa nama ini mendominasi pasar,” kata Harris.

Diakui Harris, saat itu agak sulit masuk ke pasar modern. Pemain lama memblokade jalan Tessa masuk ke gerai modern karena melihat nama besar KKG di belakangnya. “Selama kurang-lebih dua tahun kami tak bisa masuk ke supermarket,” ujarnya. Namun, ini tak membuat GKU patah arang. Blue ocean strategy diayun, antara lain distribusi bergerak dari wilayah pinggiran kota.

Tim GKU juga masuk melalui anak-anak sekolah dan warung tradisional. Waktu itu, untuk pertama kalinya Tessa menawarkan tisu dalam bentuk kemasan kecil ketika pemain lama masih menggunakan format lama (besar) dengan kemasan karton. Menurut Bambang, Tessa ingin mengubah gaya hidup anak muda pada 1990-an. GKU kemudian menggeber dengan canvasing sebagai upaya memotong lapis distribusi di wilayah Jabodetabek dan kompensasi sulit masuk ke pasar modern. Upaya tersebut berbuah manis. Tessa laku di pasar.

Menurut Bambang, nama Tessa diambil dari singkatan tisu Indonesia. Awalnya, pihaknya malu-malu menyebut Tessa sebagai produk Indonesia. Kondisi riil saat itu membuat nama asing terkesan lebih bernilai. Namun, akhirnya Tessa menunjukkan jati dirinya dengan slogan-slogan seperti I love Tessa, tissue Indonesia. Dalam perjalanannya menguasai pasar converting tissue, ternyata Tessa mempunyai magic brand. “Namanya mudah diingat. Para pesaing banyak bilang, Tessa sudah tidak bisa dikalahkan,” ujar Bambang. Ia menambahkan, tonggak penting dalam membangun merek baru terjadi pada 2006.

Tak hanya nama yang mudah diingat. Menurut Harris, tisu ini juga masuk dengan kelebihan desain grafisnya yang tak mudah dilupakan sebagai diferensiasi produk dibanding pemain lain. Juga, dalam hal desain kemasan, GKU membuat produk yang sesuai dengan fungsinya. Untuk itu, dibuat varian yang lebih menyentuh karakter konsumennya. Ada identitas untuk setiap item produk yang ditawarkan Tessa. Ada desain heritage yang abadi dan paling diingat konsumen yang lebih digemari ibu-ibu dan memberikan kontribusi paling besar dibandingkan stock keeping unit (SKU) lain yang kini jumlahnya 50-an untuk tiga merek yang dibangun. GKU telah mencakup semua lapis segmen lintas status sosial dan lintas usia. (SWA)

0 komentar:

Posting Komentar

BANGGA INDONESIA RAYA © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute